Bahan Hewani yang Tersembunyi Pt. 2: Serangga

Bahan turunan serangga jamak digunakan dalam produk yang kita konsumsi sehari-hari. Salah satu bahan tersebut memiliki sejarah yang sangat panjang, dari mulai penjajahan Spanyol di tanah Aztec 6 abad silam.

Delmar Zakaria Firdaus
4 min readMar 10, 2021

Pada tahun 1518, bangsa Spanyol menjajah Aztec dan menemukan bahan pewarna (dye) merah yang tidak pernah mereka temukan di daratan Eropa.¹ Warna merah di Eropa saat itu dikenal sebagai warna yang melambangkan kejayaan dan kemewahan. Orang yang memakai pakaian berwarna merah memiliki status sosial yang tinggi di masyarakat.

Spanyol tak membuang waktu untuk memperkenalkan bahan pewarna tersebut ke pasar Eropa dan memonopoli perdagangannya. Bahan pewarna tersebut bernama Carmine, dan sontak menjadi salah satu komoditas ekspor yang sangat menguntungkan Spanyol di zamannya setelah perak.²

Selain memonopoli perdagangannya, Spanyol merahasiakan rapat-rapat sumber asli bahan pewarna ini. Bangsa Eropa — kecuali Spanyol — sama sekali tidak mengetahui sampai 3 abad berikutnya, bahwa bahan pewarna ini berasal dari serangga cochineal yang dihancurkan. Padahal masyarakat Aztec dan Maya sudah memanfaatkan bahan pewarna ini sejak abad ke-2 SM.²

Ilustrasi orang Mexican-Indian yang mengumpulkan cochineal oleh José Antonio de Alzate y Ramírez (1777) (sumber: Wikipedia)

Saking menariknya, kisah mengenai pencarian asal muasal bahan pewarna legendaris ini diangkat ke dalam sebuah buku yang ditulis oleh Amy Butler Greenfield di tahun 2005 yang berjudul A perfect red : empire, espionage, and the quest for the color of desire.

Peru menjadi salah satu negara produsen bahan pewarna cochineal terbesar di dunia saat ini.² Serangga cochineal untuk produksi bahan pewarna dibudidayakan secara khusus dan hanya dapat tumbuh di tanaman kaktus. Bahkan sebenarnya hewan ini adalah hama yang sangat umum ditemukan di tanaman kaktus.

Secara fisik, cochineal tampak dari luar seperti gumpalan putih seperti jamur yang tumbuh di permukaan kaktus. Serangganya hidup di dalam gumpalan putih tersebut. Cara mengetahui apakah itu cochineal atau bukan sederhana sekali: pencet gumpalan putih tersebut dan lihat apakah ada bahan pewarna merah yang keluar. Jika ada, maka dapat dipastikan serangga tersebut berada dalam taksonomi yang sama dengan serangga cochineal yang dibudidayakan untuk produksi bahan pewarna.³

Penampakan fisik cochineal di permukaan kaktus (Sumber: xtremehorticulture.blogspot.com)

Carmine awalnya dimanfaatkan sebagai bahan pewarna tekstil dan cat untuk keperluan karya seni. Namun demikian, saat ini bahan pewarna Carmine umum digunakan dalam berbagai jenis produk mulai dari makanan, minuman, hingga kosmetik yang berwarna dominan merah. Khusus untuk kosmetik, carmine sering digunakan sebagai bahan pewarna untuk produk lipstik.

Permintaan carmine di pasar sempat lesu semenjak berkembangnya teknologi bahan pewarna sintetik yang membuat biaya produksinya jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya kultivasi dan produksi carmine natural. Belakangan, karena adanya tren gaya hidup natural dan perkembangan penelitian yang menunjukkan adanya risiko bahan karsinogen dalam bahan pewarna sintetik, industri carmine natural kembali tumbuh dan menguntungkan.²

Shellac, serangga yang memberi kilap

Carmine dari cochineal bukanlah satu-satunya bahan yang umum digunakan dan berasal dari serangga. Bahan lainnya adalah shellac, yakni resin yang dikeluarkan oleh serangga female lac bug (kutu lak), yang masih berada dalam satu superfamily yang sama dengan cochineal.

Sama dengan cochineal yang memiliki sejarah panjang, shellac juga sudah dimanfaatkan sejak lama oleh umat manusia. Penggunaan shellac terdokumentasikan dalam sebuah manuskrip Hindu yang berumur 3000 tahun, Mahabharata, yang menggambarkan adanya sebuah istana dibangun dengan menggunakan shellac, sehingga dapat digunakan untuk menjebak dan menghancurkan musuh dalam peperangan.⁴

Penampakan fisik resin kutu lak yang berada di sebuah batang pohon (sumber: Wikipedia)

Shellac didapat melalui proses pemanasan resin kutu lak untuk memisahkan resin dengan sisa batang dan bangkai serangga. Resin yang mencair akan dikeringkan dan dilarutkan dengan ethanol hingga akhirnya menjadi shellac cair.

Aplikasi shellac sangat luas mulai dari bahan baku plitur furniture kayu, hingga berfungsi sebagai bahan tambahan pangan (BTP) sebagai glazing agent, atau pemberi sensasi kilap yang biasa ditemukan dalam produk permen, cokelat, hingga produk farmasi.

Ilustrasi glaze effect pada makanan (Sumber: THE JAPAN SHELLAC INDUSTRIES, LTD)

Dietary Compliance (Vegan dan Halal)

Carmine dan shellac tidak cocok untuk orang yang memiliki prinsip hidup vegan karena keduanya berasal dari hewan serangga. Kawan-kawan vegan perlu mewaspadai kandungan bahan ini dan beberapa jenis nama alternatifnya ketika melakukan pengecekan komposisi produk.

Dalam aspek halal, Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa mengenai penggunaan kedua bahan ini, yakni Fatwa MUI No. 27 tahun 2013 tentang Penggunaan Shellac, dan Fatwa MUI No. 33 tahun 2011 tentang Hukum Pewarna Makanan dan Minuman dari Cochineal. Dalam kedua fatwa tersebut, Majelis Ulama Indonesia memutuskan bahwa cochineal⁵ dan shellac⁶ merupakan bahan yang halal, selama tidak membahayakan kesehatan.

--

--

Delmar Zakaria Firdaus
Delmar Zakaria Firdaus

No responses yet